RINGKASAN MATERI PERKULIAHAN PENGEMBANGAN STUDI AL-QURAN DAN HADIS TARBAWI

 

 

I.    Mengenal Al-Qur’an dan Hadis Nabi

A. Pengertian Al-Qur’an

1.   Pengertian Etimologi (bahasa)

Secara bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab , yaitu qaraa-yaqrau-quraanan yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam Surah Al-Qiyamah ayat 17-18 :

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (QS. Al-Qiyamaah 17-18)

2.   Pengertian Al-Quran Terminologi (istilah)

  • Menurut Manna’ Al-Qhattan :

كَلَامُ اللهِ المُنَزًّلُ عَلَي مُحَمَّدٍ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْمُتَعَبَدُ بِتِلَاوَتِهِ

Artinya : kitab Allah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya memperoleh pahala.

  • Menurut Al-Jurjani :

هُوَ اَلْمُنَزَّلُ عَلَى الرَّسُولِ المَكْتُوبِ فِى الْمَصَاحِفِ اَلْمَنْقُولُ عَنْهُ نَقْلًا مُتَوَاتِرًا بِلَا شُبْهَةٍ

“Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawattir tanpa keraguan”.

  • Menurut kalangan pakar ushul fiqh, fiqh, dan bahasa Arab :

كَلَامُ اللهِ المُنَزَّلُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ ص.م اَلْمُعْجِزِ اَلْمُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ اَلْمَنْقُولُ بِالتَّوَاتُرِ اَلْمَكْتُوبِ فِى اَلْمَصَاحِفِ مِنْ اَوَّلِ سُوْرَةٍ اَلْفَاتِحَةِ اِلَى سُورَةٍ النَّاسِ

“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai ibadah, diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai pada surat An-Nass”.

Dari pengertian diatas, ada beberapa bagian yang unsur penting, yaitu :

  1. Al-Quran adalah firman Allah.
  2. Al-Quran adalah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
  3. Al-Quran disampaikan secara mutawatir.
  4. Membaca Al-Quran bernilai ibadah.
  5. Al-Quran diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril.


B. Pengertian Hadits

Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru – lawan dari al-Qadim (lama) – artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti (orang yang baru masuk/memeluk agama islam). Hadis juga sering disebut dengan al-khabar yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.

 

C. Pebedaan Al-Qur’an dan Hadis Nabi

 

Berdasarkan pengertian

Secara umum, Al Qur’an diartikan sebagai firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui Jibril ‘alaihis salam sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia.

Sedangkan Hadis secara umum diartikan sebagai segala ucapan, perbuatan, ketetapan, dan cita-cita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Berdasarkan redaksi

Al Qur’an merupakan firman Allah SWT. Dan karena itu, redaksinya pun disusun langsung oleh Allah SWT.

Adapun malaikat Jibril ‘alaihis salam hanya bertugas sebagai menyampaikan wahyu tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun Hadis, redaksinya berbeda-beda antara satu hadis dengan hadis yang lain meskipun mengandung makna yang sama.

Hal ini disebabkan pada awalnya hadis disampaikan melalui hafalan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan bukan ditulis.

-       Berdasarkan nisbat

-       Berdasarkan kemukjizatan

-       Berdasarkan lafadz dan makna

-       Berdasarkan nilai membaca

-       Berdasarkan kepastian isi

-       Berdasarkan tujuan dan fungsi

Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam, fungsi Al Qur’an dalam kehidupan atau fungsi Al Qur’an bagi umat manusia di antaranya sebagai berikut.

·         Pedoman dan petunjuk bagi manusia

·         Pembenar dan penyempurna kitab-kitab terdahulu

·         Salah satu mu’jizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

·         Pembimbing bagi manusia menuju keselamatan dan kebahagiaan

·         Pelajaran dan penerang kehidupan

Adapun fungsi hadis terhadap Al Qur’an atau fungsi hadis dalam Islam adalah sebagai berikut.

·         Menguatkan maksud redaksi wahyu dalam Al Qur’an atau bayan taqrir.

·         Menjelaskan atau menafsirkan redaksi Al Qur’an atau bayan tafsir.

·         Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an atau bayan tasyri’.

 

D. Al-Qur’an dan Hadis Nabi sebagai sumber ajaran islam

1. Al Qur'an (Sumber Ajaran Islam Pertama)

Al Qur'an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril secara berangsur-angsur.

Al Qur'an dijadikan sebagai landasan nilai bagi umat islam dalam menentukan hukum suatu tindakan, menunjukkan dan menuntunnya kepada jalan menuju tujuannya, dan menjelaskan tentang hakekat kehidupan manusia dalam hubungan dengan sesamanya, lingkungan dan dengan Tuhannya.


2. Hadist (Sumber Ajaran Islam Kedua)

Hadist merupakan segala berita yang berasal dari Nabi Muhammad SAW yang berupa ucapan dan perbuatan, menurut para ulama hadist merupakan kedudukan kedua sebagai sumber hukum islam setelah Al Qur'an.

E. Hubungan Hadis Nabi dengan Al-Qur’an

Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur-an, sebagai berikut:

1.    As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an.

2.    Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur-an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dan ayat-ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan ‘aam (umum).

 

 

 

II.      Memahami Ajaran Pokok Al-Qur’an dan Hadis Nabi, yaitu :

 

-          Persoalan Akidah

-          Persoalan Syariah

-          Persoalan Akhlak

Aqidah merupakan kepercayaan, keimanan mengenai keesaan Allah. Syariah (hukum) adalah jalan menuju sesuatu yang benar. Akhlak adalah budi pekerti, sopan santun, dan perilaku.

Aqidah, Syariah dan Akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam. Ketiganya harus selalu bersamaan dengan aqidah berjalan di depan. Istilahnya menurut dosen Hukum Islam saya, Akhlak dan syariah mencantol pada aqidah.

Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon, di mana aqidah merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak adalah dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang mengakarinya.

III.    Keharusan Memahami Al-Qur’an dan Hadis Nabi

-          Perintah Memahami al-Qur’an dan Hadist Nabi

Sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terppecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan,  perumpamaan – perumpamaan itu Kami ciptakan untuk manusia supaya mereka berpikir (QS Al – Hasyr[59]:21)

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata,”Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaum mereka (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “ Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah musa yang membenarkan kitab – kitab sebelumnya dan menunjuki kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada – Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa – dosa kalian dan melepaskan kalian dari azab yang pedih. Dan orang – orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah dimuka buni dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata (QS Muhammad[47]:24)

-          Perintah Memikirkan dan Memperhatikan ayat – ayat Al -Qur’an

Ini sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu dengan penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat – ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang – orang  yang mempunyai pikiran (QS Shaad[38]:29)

Dan, apabila dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah baik – baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat (QS Al – A’raaf[7]:204)

Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (QS Al – Nahl[16]:44)

-          Kecaman terhadap Orang – Orang yang Tidak Menghayati Al-Qur’an

Al-Qur’an mengecam mereka yang tidak menggunakan akal dan kalbunya untuk berfikir dan menghayati pesan – pesan Al-Qur’an, mereka itu dinilai telah terkunci hatinya.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an, bahkan pada hati mereka terpasang kunci – kuncinya?(QS Muhammad[47]:24)

Dan diantara mereka ada yang ‘umminyyun’, tidak mengetahui al-Kitab tetapi ‘amani’ belaka, dan mereka hanya menduga-duga (QS Al-Baqarah[2]:78)

()Ummiyyun adalah orang – orang yang tidak mengetahui pengetahuan tentang kitab suci atau bahkan mereka yang buta huruf. Ummiyyun terambil dari kata ()Umm, yakni ibu. Seakan –akan keadaan mereka dari segi pengetahuan sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya. Amani adalah jamak dari umniyat yang dapat berarti, angan – angan, harapan – harapan kosong, dongeng – dongen, atau kebohongan.

Ibnu Abbas menafsirkan kata ummiyyun dalam arti tidak mengetahui makna pesan – pesan kitab suci, walau boleh jadi mereka menghafalnya. Mereka hanya berangan – angan atau amani dalam istilah ayat diatas, yang ditafsirkan oleh ibnu Abbas “sekedar membacanya”. Itulah yang diibaratkan Al-Qur’an seperti “Keledai yang memikul buku – buku”(QS Al-Jumu’ah[62]:5)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa di hari kemudian nanti Rasulullah saw. akan mengadu kepada Allah swt. Beliau berkata “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku umatku telah menjadikan Al-Qur’an ini sebagai susuatu yang mahjura”(QS Al-Furqaan[25]:30)

Menurut ibnu Qayyim banyak hal yang dicakup oleh kata () mahjura, antara lain:

  1. Tidak tekun mendengarkannya
  2. Tidak mengindahkan halal dan haramnya walau dipercaya dan dibaca
  3. Tidak menjadikannya rujukan dalam menetapkan hukum menyangkut ushuluddin (prinsip – prinsip ajaran agama) dan rinciannya
  4. Tidak berupaya memikirkan dan memahami apa yang dikehendaki oleh Allah yang menurunkannya.
  5. Tidak menjadikannya sebagai obat bagi semua penyakit – penyakit kejiwaan

-          Riwayat – riwayat tentang Al-Qur’an

Rasulullah Saw. bersabda, “Allah Swt. berfirman, ‘Barang siapa menyibukan diri untuk membaca Al-Qur’an sehingga lupa untuk berdoa dan memohon kepada-Ku, Aku memberinya pahala yang lebih utama dari pada pahala orang – orang yang bersyukur”[HR Al-Tirmizi]

Rasulullah Saw. juga bersabda, “Ada tiga orang yang pada hari kiamat berada diatas bukit pasir dari kesturi hitam tanpa disentuh ketakutan dan tidak dikenai penghisaban hingga penghisaban kepada semua manusia selesai. Pertama, orang yang membaca Al-qur’an karena mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla.Kedua, orang yang mengimami sekelompok orang dengan membacanya dan mereka ridha kepadanya [di sini hanya disebutkan dua]

Dalam kesempatan lain, Nabi Saw. bersabda, “Ahli Al-Qur’an adalah keluarga dan kepercayaan Allah.”

Beliau juga bersabda, “Hati dapat berkarat seperti besi.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara mengkilapkannya kembali?” Beliau menjawab, “Sering membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian.”

Ibn Mas’ud berkata, “Jika kalian menginginkan ilmu pengetahuan, kaji dan pahamilah Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat pengetahuan orang-orang dari generasi dahulu dan generasi yang akan dating.”

Dalam kesempatan lain, Ibn Mas’ud berkata, “Janganlah seseorang bertanya tentang dirinya selain kepada Al-Qur’an. Jika ia mencintai dan mengagumi Al-Qur’an, ia mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Sebaliknya, jika ia membenci Al-Qur’an, ia membenci Allah Swt. fsn Rasul-Nya.

‘Amr bin Al-‘Ash berkata, “Setiap ayat dalam Al-Qur’an merupakan satu tingkatan di surga dan pelita dirumah kalian.”

‘Amr bin Al-‘Ash juga berkata, “Barang siapa membaca Al-Qur’an, kenabian mendekat di depan matanya, tetapi ia tidak menerima wahyu.”

Thalhah bin Mushrif berkata, “Jika Al-Qur’an dibacakan kepada orang yang sedang sakit, sakitnya akan terasa ringan.”

-          Urgensi Memahami al-Qur’an dan Hadis Nabi

 

Bahaya menafsirkan ayat tanpa memahami konteks latar belakang turunnya ayat (asbab al-nuzul) dan hadis (sabab wurud). Tanpa memahami sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis, maka peluang terjadinya kekeliruan di dalam pemahaman teks Al-Qurdan dan hadis sangat besar.

Sabab nuzul dan sabab wurud memiliki banyak bentuk. Ada dalam bentuk riwayat yang sangat tegas berhubungan dengan sebuah atau kelompok ayat dan hadis dan ada berupa peristiwa yang menjadi background turun dan lahirnya sebuah atau kelompok ayat atau hadis. Kedua-duanya amat penting dipahami untuk menentukan kadar dan kualitas penerapan ayat dan hadis di dalam konteks kehidupan masyarakat.

Ayat-ayat Al-Quran diturunkan selama 23 tahun dan demikian pula Muhammad menjadi Nabi dan Rasul dalam kurun waktu yang sama. Proses turun dan lahirnya ayat atau hadis ada dalam bentuk merespons sebuah kasus atau menjawab pertanyaan yang muncul di dalam masyarakat dan ada kelihatannya turun tanpa sebab musabbab secara langsung, namun kalangan ulama tafsir dan ulama hadis menyimpulkan sesungguhnya tidak ada satu ayat atau hadis lahir tanpa background tertentu.

Seolah-olah kurun waktu turunnya ayat dan hadis selama 23 tahun merupakan miniatur perjalan zaman yang akan ditempuh oleh Al-Quran dan hadis. Karena itu pula, ketergantungan kita terhadap sabab nuzul dan sabab wurud sangat tergantung pula oleh intensitas dan kualitas sebuah sabab nuzul dan sabab wurud, namun dalam hal ini para ulama tafsir dan ulama hadis sudah memiliki metodologi yang disusun dengan amat disiplin untuk menerapkan nilai-nilai dan norma-norma ayat dan hadis di dalam masyarakat.

Sebagai contoh, sebuah ayat menyatakan: "...bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian..." (Q.S. al-Taubah/9:5). Sabab nuzul ayat ini berkenaan dengan pelanggaran perjanjian damai yang dilakukan kaum musyrikin di Madinah pada saat bulan Muharram (umat Islam dilarang berperang).

Setelah bulan haram lewat maka turun ayat ini mengizinkan umat Islam untuk berperang jika mereka dikhianati. Yang dimaksud al-musyrikin dalam ayat tersebut ialah suatu komunitas pelanggar perjanjian damai saat itu. Sedangkan bagi yang tidak khianat dan tetap mematuhi perjanjian damai dalam tenggang waktu tertentu di antara mereka, walaupun juga kaum musyrikin, tidak boleh diganggu. (Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Tafsir al-Wasith, Vol VI, h. 206).

Adapun perintah faqtuluhu (maka bunuhlah) dalam ayat itu bukanlah perintah wajib, tetapi hanya izin untuk membunuh. Hal ini sama dengan perintah menangkap dan menawan mereka. Perintah tersebut bertujuan membebaskan wilayah Mekah dan sekitarnya atau paling tidak Jazirah Arabia dari pengaruh kemusyrikan. (Quraish Shihab, Tafsir al-Mishabah, Vol. V, h. 504).

Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa ayat tersebut di atas khusus pada kaum musyrikin Arab, bukan selainnya. (Wahbah az-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, Juz X, h. 111). Jadi bukan berarti begitu ketemu orang-orang non-muslim langsung menjadi halal darahnya untuk dibunuh, seperti selintas pemahaman kita sebelum memahami riwayat sabab nuzul-nya.

Demikian pula dalam hadis. Suatu ketika Nabi mau memimpin salat Magrib, tiba-tiba salah seorang sahabatnya kentut dan baunya sangat mengganggu hidung. Nabi memerintahkan siapa yang batal wudhunya segera keluar mengambil air wudhu. Namun tidak ada satu pun sahabatnya yang keluar karena mungkin malu. Akhirnya Nabi mengubah redaksi perintahnya: Siapa yang baru saja makan daging unta maka silakan keluar berwudhu.

Lalu beramai-ramailah sahabat yang baru pulang menghadiri pesta dengan suguhan daging unta keluar mengambil air wudhu. Hadis ini bukan berarti unta membatalkan wudhu, karena malapetaka bagi orang-orang yang hidup di padang pasir jika unta najis dan membatalkan wudhu. Nabi mengucapkan kata-kata itu agar tidak menyinggung dan mempermalukan salah seorang sahabatnya yang kentut saat itu. Inilah manfaat memahami sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis.

-          Upaya-upaya memahami  al-Qur’an dan Hadist Nabi

 

Upaya Memahami Al-Qur’an :

1.    Memahami Al-qur’an dengan ayat

Menafsirkan satu ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, adalah jenis penafsiran yang paling tinggi. Karena ada sebagian ayat Alquran itu menerangkan makna ayat-ayat yang lain. Contohnya ayat, yang artinya : “ Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak pernah merasa cemas dan tidak pula merasa bersedih hati.” [QS.Yunus : 62].

2.    Memahami Al-qur’an dengan hadis

Menafsirkan ayat Alquran dengan hadits shahih sangatlah penting, bahkan harus. Allah menurunkan Alquran kepada Rasulullah tidak lain supaya diterangkan maksudnya kepada semua manusia. Firman Allah, yang artinya : “… Dan Kami turunkan Alquran kepadamu (Muhammad) supaya kamu terangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka agar mereka pikirkan.” [QS. An-Nahl : 44].

3.    Memahami Al-qur’an dengan pehaman sahabat

Merujuk kepada penafsiran Sahabat terhadap ayat-ayat Al Qur’an seperti Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud sangatlah penting sekali untuk mengetahui maksud suatu ayat. Karena, disamping senantiasa menyertai Rasulullah, mereka juga belajar langsung dari Beliau. Berikut ini contoh Tafsir dengan ucapan Sahabat, tentang ayat yang artinya : “ Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy.” [QS. Thaha : 5].

4.    Harus mengetahui gramatika bahasa arab

Tidak di ragukan lagi, untuk bisa memahami dan menafsirkan ayat-ayat Alquran , mengetahui gramatika bahasa arab sangatlah penting. Karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab.

Firman Allah yang artinya : “ Sungguh kami turunkan Alquran dengan bahasa Arab supaya kamu memahami.” [QS. Yusuf : 2].

Tanpa mengetahui bahasa arab, tidak mungkin bisa memahami makna ayat-ayat Al qur’an. Sebagai contoh ayat : Tsummas tawaa ilas samaa’i. makna Istiwa ini banyak di perselisihkan. Kaum Mu’tazilah mengartikannya menguasai dengan paksa. Ini jelas penafsiran yang sangat keliru. Tidak sesuai dengan bahasa arab. Yang benar, menurut pendapat para Ahli Sunnah Wal Jama’ah, Istiwaa artinya ‘ala wa Irtafa’a (meninggi dan naik). Karena Allah mensifati dirinya dengan Al-‘Ali (Maha Tinggi).

5.    Memahami Al-qur’an dengan asbabun nuzul

Mengetahui Asbabun Nuzul (peristiwa yang melatari turunnya ayat) sangat membantu sekali dalam memahami Alquran dengan benar.

Sebagai contoh, ayat yang artinya : “ katakanlah : panggilah mereka yang kamu anggap sebagai (Tuhan) selain Allah, mereka tidak akan meiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu juga mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara meraka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan Rahmat-Nya, serta takut akan Adzb-Nya. Karena adzab Tuhanmu itu sesuatu yang mesti ditakuti.” [QS.Al-Israa’ :56-57].

Ibnu Mas’ud berkata : Segolongan manusia ada yang menyembah segolongan Jin, lantas sekelompok Jin utu masuk Islam. Karena yang lain tetap bersikukuh dengan peribadahannya, maka turunlah ayat “ Orang-orang yang mereka seru itu juga mencari jalan kepada Tuhan Mereka [Muttafaqun’Alaihi].

Ayat itu sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyeru dan bertawassul kepada para Nabi atau para Wali. Namun, sekiranya orang-orang itu bertawassul kepada keimanan dan kecintaan mereka kepada para Nabi atau Wali, maka Tawassul semacam ini di bolehkan.

Upaya Memahami Hadis :

Ada beberapa strategi yang digunakan Kiai Ali dalam memahami hadis-hadis Nabi. Strategi ini memang secara konsisten digunakan beliau ketika mencoba memberikan fatwa atau ketika melihat fenomena keagamaan umat Islam dalam kacamata hadis.

Strategi pertama ialah pahami dulu sistem metafora bahasa yang ada pada kandungan hadis. Strategi kedua, temukan illat dibalik pensyariatan sebuah hukum dalam hadis. Strategi ketiga, perhatikan kondisi geografis ketika sebuah hadis dituturkan. Strategi keempat, perhatikan kedisinian dan kekinian sebuah hadis. Strategi kelima, perhatikan skala prioritas dalam ibadah. Strategi keenam, dahulukan intensionalitas syariah di atas tekstualitas hadis. Strategi ini memang tidak terlalu banyak dikupas dalam berbagai karya-karyanya. Kendati demikian, Kiai Ali memandang bahwa tekstualitas hadis tetap penting meski semangat yang melandasi hadis itu yang lebih penting.

Berdasarkan kepada strategi pemahaman hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Kiai  Ali Mustafa Yaqub menggunakan dua pendekatan sekaligus: pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual. Masing-masing pendekatan ini dimungkinkan tergantung pada hadis yang akan dipahami. Artinya penggunaan pendekatan ini akan didorong oleh bagaimana sebuah hadis berbicara. Hadis yang berbicara tentang apa dan  bagaimana akan menentukan dengan sendirinya model pendekatan yang dipakai. Dalam pepatah dunia penelitian dikatakan ‘al-maudhu yafridl al-manhaj’ objek menentukan metode yang akan digunakan. Kiai Ali dalam hal ini telah berhasil membangun metode yang unik dalam memahami hadis dalam konteks keindonesiaan.

 

IV.          Perhatian Al-Qur’an Terhadap Pendidikan

-     Dorongan al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk Menuntut Ilmu (QS.96:1-5 & 58:11) dan (HR.Al thabarani)

 

  Q.S. Al - 'Alaq 96:1-5

 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Kata BACALAH pada surah ini merupakan perintah untuk belajar dan menuntut ilmu. Perintah ini secara umum dan tidak tertuju pada ilmu tertentu.

 

  Q.S. Al-Mujaadilah 58: 11

 “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kalimat ‘niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.’ adalah jaminan dari Allah bahwa mereka yang beriman dan berilmu akan ditinggikan derajatnya. Tentu hal ini adalah kabar gembira untuk manusia sekaligus sebagai motivasi untuk menuntut ilmu.

 

HR. Al-Thabarani

Artinya : ”Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling baik akhlaqnya”. (HR. Thabarani)

 

-          Dorongan al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk Mengamalkan Ilmu

Dari Abi Umamah r.a. berkata, aku” mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ”Bacalah Ai-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu pada hari Kiamat akan memberikan syafa’at kepada pembacanya.” (HR. Muslim)

Nabi Muhamad Saw. sangat mencintai ummatnya sehingga kita sebagai ummatnya dibimbing dan dihimbau agar mendapatkan pertolongan pada hari Kiamat. Siapa saja yang gemar membaca Al-Qur’an akan mendapat syafa’at dari AlQur’an yang pernah dibacanya di dunia.

 

-          Perintah al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk Mengajarkan Ilmu

Dari Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasullah Saw. bersabda: “orang terbaik dari kamu ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR al-Bukhari)

Kitab Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa dan semua manusia dan penjelasan-penjelasan dari petunjuk itu. Maka tidak mungkin seorang muslim mampu membaca dan memahami kandungan isinya, melainkan harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

Kewajiban seorang muslim terhadap islam (yang bersumber dari Al-Qur’an) sedikitnya ada 4 macam antara lain:

1.    Mempelajari peraturan dan hukum-hukum islam.

2.    Mengamalkan atau melaksanakan peraturan dan hukum-hukum islam.

3.    Mengajarkan peraturan dan hukum-hukum islam itu kepada orang lain! terutama kepada sesama muslim.

4.    Menyi’arkan. ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat, (sehingga orang mengetahui bahwa di wilayah itu terdapat kaum muslimin.

-          Larangan al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk Menyembunyikan Ilmu

Ilmu merupakan cahaya dan petunjuk, maka jika ilmu disembunyikan, berarti manusia berada di dalam kegelapan dan kesesatan. Karenanya Allâh Azza wa Jalla melaknat orang-orang yang menyembunyikan ilmu dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allâh dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang”. [Al-Baqarah/2:159-160].

Karena khawatir terhadap ancaman yang terkandung di dalam ayat ini, maka Abu Hurairah giat menyebarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Al-Bukhâri, no. 118]

 

V.            Ungkapan-ungkapan Al-Qur’an dan Hadis Nabi terkait dengan Pendidikan

-          Al-ilmu, al-ta’allum dan al-ta’lim

-          Al-Adab wa al-ta’dib

-          Al-Rabb dan al-tarbiyah

 

VI.          Unsur-unsur Pendidikan dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi

 

-          Tujuan Pendidikan

Pendidikan islam memiliki tujuan yang ingin dicapai, khususnya untuk umat islam sebagai pemeluknya. Tujuan ini tidak lepas dari dasar diciptakan manusia hidup dan tinggal di muka bumi. Begitupun tujuan pendidikan islam tidak lepas dari orientasi Allah menciptakan manusia sebagai hamba yang harus taat dan patuh pada perintah-Nya.

1.    Mengenal Agama dan Tuhan dengan Baik dan Benar

Pendidikan islam bertujuan juga untuk bisa mengenalkan islam dengan baik dan benar. Tanpa pendidikan islam, kita bisa salah memahami dan tersesat dari jalan yang seahrusnya. Pendidikan islam yang kental membuat seseorang lebih bisa memahami secara mendalam dan lebih memahami berbagai masalah kehidupan.

2.    Menjadi Pondasi atau Dasar dalam kehidupan

Agama adalah dasar atau pondasi dalam kehidupan manusia. Rukun Islam dan Rukun Iman adalah pondasi dari pendidikan Islam dan Pendidikan Akhlak. Pendidikan islam bertujuan untuk membangun, memperkukuh, dan memperkuat pondasi tersebut dalam kehidupan manusia. Pembangunan dan perawatan pondasi tidak bisa sekali saja dilakukan, namun terus berkali-kali.

3.    Bisa Menerapkan agamanya dalam kehidupan dan berbagai sektor kehidupan

Tujuan pendidikan islam bukan sekedar untuk menambah ilmu semata, tetapi mengenal agama, hukum Allah diberbagai bidang, dan sunnatullah kehidupan lainnya yang tidak tertulis di Al-Quran seluruhnya (Ayat-Ayat Semesta, Kauliyah).

4.    Pengondisian Diri atas Lingkungan Agama

Dengan adanya pendidikan islam tujuannya juga bisa mendapatkan pengondisian budaya dan lingkungan yang berbasis islam. Di tengah masyarakat yang liberal dan hedonis maka tentunya kita membutuhkan pengondisan agama untuk bisa memperkukuh keimanan dan akhlak kita.

-          Metode Pendidikan

a.    Metode Pembelajaran Al-Qur’an : Bercerita

b.    Metode Pembelajaran Al-Qur’an: Perumpamaan

c.    Metode Pembelajaran Al-Qur’an: al-Targhib wa al-Tarhib (Motivasi)

d.    Metode Pembelajaran Al-Qur’an : Metode Tanya Jawab

e.    Media Pembelajaran Al-Qur’an : Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan

f.     Media Pembelajaran Al-Qur’an : Bumi, langit, air, batu dll

g.    Media Pembelajaran Al-Qur’an : Proses kejadian sesuatu

 

-          Materi/Kurikulum Pendidikan

Ayat dan Hadits tentang Materi Pendidikan

1.       Aqidah

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa rosulullah saw bersabda:

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Kali tertentu saya berada dibelakang Nabi saw, kemudian beliau bersabda “Hai anak kecil, aku akan mengajarkan kepadamu nbeberapa kalimat, yaitu: “ Jagalah (perintah) Allah niscaya kamu dapati Allah selalu di hadapanmu. Jika engkau minta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, jika umat manusia bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) kepadamu niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kepadamu kecuali dengan sesuatu hal yang telah ditentukan Allah padamu. Dan jika mereka bersatu hendak mencelakakan dirimu niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah padamu. Telah diangkat pena dan telah keringlah (tinta) lembaran-lembaran itu” (HR. Imam Tirmidzi).

Dan dalam riwayat selain Tirmidzi dikatakan, Rosulullah saw bersabda: “Peliharalah (perintah) Allah niscaya engkau akan menemui-Nya dihadapanmu. Hendaknya engkau mengingat Allah diwaktu lapang (senang, niscaya Allah akan mengingatmu diwaktu susahmu. Ketahuilah, sesungguhnya sesuatu yang seharusnya luput mengenaimu, tentulah sesuatu itu tidak akan mengenaimu. Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu disertai kesabaran, kesenangan itu ada kesudahan, dan sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan”.

 

2.       Al-Qur’an

Selanjutnya, rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id Rafi’ bin al-Mu’alla:

“Dari Abu Sa’id Rafi’ Al Mu’alla ra, ia berkata: Rosulullah saw bersabda kepadaku: sukakah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid?”  beliau lalu menggandeng tanganku. Ketika kami hendak keluar kami menagih : “Wahai Rosulullah !! engkau tadi berkata “Tentu aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an. “Rosulullah saw bersabda: AL HAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN (Surat al-Fatihah), yaitu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR Bukhari).

 

3.       Ibadah

Sabda Rosulullah saw:

 “Dari Abu Hurairah, bahwasannya orang-orang miskin dari kelompok muhajirin datang menemui Rasulullah saw sambil mereka berkata: “Wahai Rasulullah saw, orang-orang kaya dan lapang, telah mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan derajat yang tinggi dan kemewahan yang banyak”. Rasulullah saw lalu bertanya: “Bagaimana bisa demikian?” Mereka menjawab: “Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga berpuasa, mereka dapat bersedekah harta namun kami tidak dapat bersedekah, mereka dapat membebaskan budak belian, sementara kami tidak dapat melakukannya”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu di mana kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan kebaikan) orang-orang sebelum kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang pun yang dapat mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut melakukan sebagaimana yang kalian lakukan?” Mereka menjawab: “Tentu mau ya Rasulullah”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Bacalah tasbih (subhanallaah), tahmid (alhamdulillaah) dan takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib) sebanyak tiga puluh tiga kali”. Abu Shalih berkata: “Orang-orang miskin dari kelompok muhajirin lalu kembali lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata: “Kami mendengar bahwa orang-orang kaya itu juga melakukan apa yang telah kami lakukan ya Rasulullah”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Itu adalah karunia dari Allah, yang Allah berikan kepada orang yang dikehendakiNya” (HR. Bukhari Muslim).

Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang Allah halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.

 

4.       Fiqih

Sabda nabi :

“Dari Mu'awiyah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk memperoleh kebaikan, maka Allah membuat ia menjadi pandai dalam hal keagamaan." [Muttafaq 'alaih]

 

5.       Keterampilan

Setiap hari Uqbah bin Amir Al Juhani keluar dan berlatih memanah, kemudian ia meminta Abdullah bin Zaid agar mengikutinya namun sepertinya ia nyaris bosan. Maka Uqbah berkata, “Maukah kamu aku kabarkan sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Mau.” Uqbah berkata, “Saya telah mendengar beliau bersabda:

"Dari Abu Uqbah bin Amir Al-Juhanniy ra, ia berkata: Saya mendengar rosulullah saw bersabda:”Sesungguhnya Allah akan memasukkan tiga orang kedalam syurga dikarnakan satu panah, yaitu pembuatnya yang sewaktu membuat ia hanya mengharapkan kebaikan (pahala), orang yang memanahkan, dan orang yang memberikan anak panah kepada orang yang memanah. Hendaklah kalian selalu berlatih memanah dan berkendaraan, dan berlatih memanah lebih aku sukai, daripada kamu hanya berlatih naik kendaraan. Barang siapa yang meninggalkan/melupakan panahan setelah ia diajari karena benci, maka sikap seperti itu ibarat suatu nikmat yang diingkari”

Hadits di atas menggambarkan betapa Rasulullah saw sangat menganjurkan agar seorang muslim peduli dengan persiapan untuk berjihad di jalan Allah. Memanah dan berkuda merupakan dua kegiatan yang terkait dengan hal itu. Dan seorang muslim perlu memiliki semangat untuk berjihad di jalan Allah. Mengapa? Karena Nabi saw memperingatkan bahwa raibnya semangat berjihad mengindikasikan hadirnya kemunafikan dalam diri.

Memanah dan berkuda adalah dua keterampilan yang dianjurkan rosulullah kepada umatnya, karena sarat dengan berjihad dijalan Allah. Namun dalam hal keterampilan ini, Rosulullah saw lebih menekankan kepada umatnya agar lebih memilih untuk berlatih memanah daripada mengendarai kuda.

 

-          Media Pendidikan

 

a.    Media manusia 

b.    Media bukan manusia 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

RINGKASAN BUKU Paulo Freire – Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan