EFISIENSI, KEADILAN DAN OTONOMI

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Layaknya berbagai organisasi atau instansi lain, pendidikan juga memerlukan adanya manajemen untuk bisa mencapai tujuannya dan meningkatkan efektivitas dan efisiensinya.

Pada dasarnya, manajemen pendidikan bertujuan untuk menentukan, merencanakan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi program kegiatan pendidikan.

 

Setiap organisasi tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan berbagai aktivitas dan sistem, yang salah satunya adalah manajemen. Dalam organisasi bisnis, dikenal manajemen pengiriman, manajemen perencanaan, manajemen operasi, manajemen pembelian, dan sebagainya. Sedangkan dalam manajemen pendidikan hanya digunakan satu jenis manajemen yang bertingkat, yaitu manajemen tertinggi dan terdepan.

 

Berhasil atau tidaknya suatu manajemen pendidikan juga berpengaruh terhadap efisiensi pendidikan yang ada pada suatu organisasi pendidikan. Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarang ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.

Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.         

Selain itu bicara soal pendidikan, siswa/guru dalam melakukan aktivitas nya pasti pernah mengalami perlakuan yang tidak adil. Jarang sekali kita mengalami perlakuan yang adil dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Dimana setiap diri manusia pasti terdapat suatu dorongan atau keinginan untuk berbuat jujur namun terkadang untuk melakukan kejujuran itu sangatlah sulit dan banyak kendala nya yang harus di hadapi, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.

 

Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi komitmen politik sejak otonomi daerah diberlakukan. Pada saat mulai dilangsungkannya otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU Nomor:22 tahun 1999 dan UU Nomor:32 tahun 2004, daerah memiliki  kewenangan luas dan mendalam untuk mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan menengah. Semua pihak tanpa kecuali, utamanya pemerintah dan masyarakat di daerah harus  mendukung, melaksanakan, dan  pendidikan yang berotonomi harus disukseskan.

Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk terselenggaranya  pendidikan berkualitas. Otonomi pendidikan juga diyakini dapat menghadapi tantangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi pendidikan  akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat, memupuk kemandirian,  mempercepat pelayanan, dan potensi sumberdaya lokal di daerah dapat didayagunakan  secara optimal untuk suatu kemajuan pendidikan.

Dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan, otonomi pendidikan menjadi jawaban dalam rangka meminimalisir -atau menghilangkan- tantangan dunia pendidikan yang dihadapi serta sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

B.  Rumusan Masalah

a.  Apa itu efisiensi dalam manajemen pendidikan?

b.  Apa saja jenis-jenis keadilan?

c.   Bagamaimana otonomi pendidikan itu?

C. Tujuan Pembahasan

a.  Apa itu efisiensi dalam manajemen pendidikan?

b.  Apa saja jenis-jenis keadilan?

c.   Bagamaimana otonomi pendidikan itu?

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Efisiensi dalam Manajemen Pendidikan

Jika ditinjau dari segi bahasa, manajemen berasal dari kata, “to manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan secara terminologi, beberapa ahli mendefinisikan manajemen dengan pengertian yang berbeda-beda, diantaranya :

1. Prof. Dr. A. Sanusi, SH.,MPA

Mengartikan manajemen sebagai suatu sistem perilaku manusia yang koperatif, yang dipimpin secara teratur melalui usaha yang terus-menerus dan merupakan tindakan yang rasional.

2. Stoner dan Freeman

Mengemukakan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

3. Mary Parker Follet

Mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat diartikan bahwa manajemen sebagai seni, ilmu, proses dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, sekaligus sebagai pengendalian terhadap orang-orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Mendefinisikan manajemen sebagai sebuah seni, mengandung arti bahwa hal itu adalah suatu kemampuan, keahlian, kemahiran, serta keterampilan pribadi dalam aplikasi ilmu pengetahuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan manajemen yang diartikan sebagai suatu ilmu, merupakan akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasikan untuk mencapai kebenaran umum.

Sedangkan manajemen yang diartikan sebagai suatu proses, adalah cara sistematis untuk melakukan pekerjaan.

Definisi pendidikan, dalam bukunya Ngalim Purwanto mendefinisikan pendidikan sebagai segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.

Menurut Driyarkara mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Dalam Dictionary of Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah (a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup, (b) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

Dari berbagai definisi di atas maka dapat dijelaskan bahwa manajemen pendidikan adalah proses perecanaan, pengorganisasian, pengetahuan, dan pengendalian usaha-usaha personal pendidikan dalam mendayagunakan semua sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan.

 

 

Konsep Efisiensi Pendidikan

 

Kata efisiensi dapat bermakna penghematan, yaitu penghematan tenaga, hemat waktu dan hemat gerakan. Menurut Windham, dalam Ace Suryadi bahwa efisiensi adalah sebagai suatu keadaan yang menunjukkan bahwa tingkat keluaran secara optimal dapat dihasilkan dengan menggunakan komposisi masukan yang minimal atau memelihara suatu tingkat keluaran tertentu dengan tingkat masukan yang tidak berubah atau yang lebih rendah.

Sedangkan menurut Nanang Fattah efisiensi adalah menggambarkan hubungan antara input dan output. Suatu sistem yang efisien ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan. Efisensi juga dapat diberi makna sebagai proses kegiatan yang mampu melahirkan suasana : kondusif, menyenangkan, merangsang kreativitas, mendorong prestasi dan iklim yang sehat.

Efisensi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisensi teknis menunjuk pada pencapaian tingkat atau kuantitas tertentu atau keluaran fisik sebagai produk dari kombinasi semua jenis dan tingkat masukan yang berbeda. Sedangkan efisiensi ekonomis menunjuk pada penempatan ukuran-ukuran kegunaan atau harga pada masukan yang digunakan dan keluaran yang dicapai. 

Menurut Nanang Fattah efisiensi pendidikan memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relatif lebih randah jika kita bandingkan dengan negara lain yang tidak mengambil sistem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal?

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, namun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya.

Suatu program pendidikan yang efisien ialah yang mampu menciptakan keseimbangan antara sumber-sumber yang di butuhkan dan yang ada atau tersedia guna mengurangi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, mutu pendidikan dapat dipahami sebagai kemampuan dari suatu sistem pendidikan untuk mengalokasikan sumber-sumber pendidikan secara adil sehingga setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai hasil yang optimal.

 

Efisiensi Internal

 

Dalam sistem pendidikan apabila memiliki efisiensi internal akan menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum. Dengan input tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal adalah sebagai berikut :

1.       Rata-rata lama belajar, seorang lulusan menggunakan waktu belajar dapat dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok belajar). Hal tersebut dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan lulusan dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.

2.      Input-Output Ratio, adalah perbandingan antara murid yang lulus dengan murid yang masuk dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan untuk lulus, artinya dibandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat keluaran.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka masukan pendidikan, proses pendidikan, hasil pendidikan dan lingkungan harus terus dikelola dan terbina secara optimal dengan memperoleh tingkat efisien yang tinggi. Konsep efisiensi Internal dikaitkan dengan perbandingan antara biaya input pendidikan dan efektivitasnya dalam mendukung hasil-hasil belajar. Aspek efisisensi internal dari suatu sekolah bukan hanya bergantung pada karakteristik administratif, melainkan pemberian rangsangan yang dapat memotivasi perilaku siswa, guru dan kepala sekolah.

 

Efisensi Eksternal

 

Efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis, yaitu rasio antara keuntungan finasial sebagai hasil pendidikan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi ekternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam pengalokasian biaya pendidikan, juga merupakan pengakuan sosial terhadap lulusan atau hasil pendidikan.

 

Secara konseptual efisiensi eksternal dikaitkan dengan analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan, sikap, keterampilan. Dalam memeprhitungkan investasi tersebut ada dua hal yang penting, yaitu menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomi dan nilai guna dari kemampuan.

 

Analisis Keefektifan Biaya

Teknik analisis ekonomi digunakan untuk menganalisis hubungan antara masukan dan luaran dalam pendidikan. Diantaranya adalah analisis kefektifan biaya yang dimaksudkan untuk membandingkan efisiensi beberapa alternatif usaha pendidikan untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa contoh mengenai analisis keefektifan biaya adalah sebagai berikut :

1.    Penelitian untuk mengetahui apakah lebih efektif secara pembiayaan jika sebuah balai penataran atau pelatihan merekrut dan mengangkat sendiri widyaiswara dibandingkan dengan menggunakan strategi outsourcing atau menggunakan tenaga ahli dari luar dengan pola kontrak dan sejenisnya.

2.    Penelitian untuk mengetahui apakah secara pembiayaan dan hasil yang dicapai, penggunaan metode mengajar untuk mata pelajaran tertentu dengan media pembelajaran yang tertentu pula lebih efektif dibandingkan dengan cara lain.

3.    Penelitian untuk mengetahui apakah secara ekonomis lebih efektif jika sekolah kejuruan memiliki bengkel yang lengkap untuk keperluan praktik anak didik sekaligus sebagai fungsi usaha dibandingkan dengan menggunakan pendekatan pendidikan sistem ganda.

Penelitian yang disebutkan diatas dilakukan untuk membuktikan pilihan macam apa yang dapat melahirkan suatu lulusan secara efektif dengan pembiayaan dan pengorbanan sumber-sumber terendah. Luarannya dapat berupa skor ujian akhir, kemampuan mendemonstrasikan keterampilan dan waktu yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

Menurut Nanang Fattah efisiensi biaya pendidikan hanya akan ditentukan oleh ketepatan didalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu pencapaian prestasi belajar siswa. Dengan demikian untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan bisaanya digunakan metode analisis keefektifan biaya yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektivitas pencapaian tujuan pendidikan atau prestasi belajar.

Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarang ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.

Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.

Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran.

Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga.

 

 

B.   Keadilan

Mustahil bagi suatu bangsa untuk bisa menjadi bangsa yang maju dan besar apabila tidak memberi perhatian besar terhadap pendidikan. Pendidikan begitu sangat penting hingga dijadikan pondasi bagi negara- negara dalam melangsungkan dan menunjukkan keberadaannya di pergaulan dunia internasional, khususnya negara maju yang menjadikan pendidikan sebagai modal utama dalam mewujudkan cita- cita bangsanya. Perlu kita sadari betapa pendidikan itu mahal. Artinya bukan biaya ataupun uang yang harus dihabiskan untuk bersekolah. Karena saya meyakini uang yang dihabiskan untuk bersekolah tidak bisa menandingi betapa luar biasanya arti dan ilmu yang kita dapatkan dari pendidikan untuk membangun karakter dan jiwa masyarakat. Nilai dan peranan pendidikan bagi masyarakatlah yangmemiliki arti dan manfaat luar biasa, bahkan bila dibandingkan dengan bidang- bidang lain seperti politik maupun ekonomi. Hal ini disebabkan dalam pendidikan ditanamkan dan diberikan pengajaran berupa ilmu pengetahuan dan modal untuk menghadapi tantangan kehidupan dari berbagai ilmu -ilmu yang dipelajari di sekolah.

Bila kita sadari negara maju begitu memprioritaskan pendidikan bagi masyarakatnya. Kita ambil contoh negara Jepang, ketika selesai mengalami kerugian akibat peperangan, maka yang ditanya oleh pemimpin Jepang bukanlah berapa prajurit yang masih hidup, atau berapa sisa persenjataan perang yang masih dimiliki. Tetapi berapa jumlah guru yang masih hidup. Hal ini menandakan betapa pentingnya guru itu bagi mereka.Sungguh luar biasa dan tak dapat disangka bahwa yang ditanya adalah nasib guru bukan nasib prajurit atau persenjataan. Inilah bentuk nyata kepedulian Jepang terhadap pendidikan. Tidak hanya sebuah ucapan belaka tetapi menjadi wujud nyata dengan memberikan perhatian khusus kepada guru. Mereka menyadari bahwa pendidikan begitu penting dan sangat dibutuhkan. Dan dari hal ini juga bisa disimpulkan bahwa Jepang mampu memikirkan perbaikan dan perencanaan yang matang untuk masa depan Jepang pasca mengalami perang.

Lalu bagaimana dan apa yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia ? Apakah Indonesia sudah menjadikan pendidikan itu sebagai sesuatu yang sangat penting bahkan sangat dibutuhkan oleh semua orang ? Ternyata bila dilihat secara keseluruhan banyak sekali kekurangan dalam dunia pendidian Indonesia. Padahal Indonesia sendiri memberikan satu hari khusus untuk memperingati pendidikan yaitu Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggl 2 Mei setiap tahunnya bahkan salah satu cita- cita dan tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi sepertinya itu hanya sebuah upacara – upacara peringatan dan cita-cita yang dituliskan dalam selembar kertas yang tidak memberikan dampak berarti bagi seluruh masyarakat Indonesia. Buktinya masih ada masyarakat Indonesia yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Mereka yang harus berjalan berkilometer jauhnya menuju sekolah bahkan yang lebih parahnya adalah masih ada anak bangsa yang tidak mendapat tempat untuk belajar yang layak.

Tempat untuk belajar adalah satu bagian penting dalam pendidikan. Bagaimana mungkin proses belajar dan mengajar dapat dilakukan di tempat yang tidak pantas, seperti yang kita ketahui melalui media bahwa masih ada masyarakat Indonesia yang belajar bukan di gedung yang bernama sekolah tetapi di sebuah kandang ayam. Sungguh mirisnasib anak bangsa Indonesia yang katanya adalah penerus bangsa ini. Mereka yang belajar di kandang ayam membuktikan pendidikan itu belum untuk semua. Tempat yang layak adalah sebuah elemen pentig dalam menciptakan transfer ilmu itu. Bagaimana agar dalam belajar ada rasa aman dan nyaman bahkan menjadikan belajar itu menjadi suatu hal yang menyenangkan. Bisa dibayangkan apa yang dirasakan oleh siswa yang belajar di kandang ayam, bau kotoran, nyamuk atau bahkan penerangan yang kurang yag mengakibatkan pendidikan bagi mereka adalah sesulit yang mereka alami saat ini. Tetapi lihatlah di tempat lain, ada sebuah gedug sekolah yang bagus, dilengkapi dengan fasilitas- fasilitas yang lengkap, laboratorium, perpustakaan, komputer, jaringan internet bahkan setiap ruangan sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) dan layar OHP.

Selain masalah tempat untuk belajar, maka kita juga dapat melihat bahwa masih ada anak- anak bangsa yang harus berjalan berkilometer jauhnya menuju sekolah, bahkan harus menyeberang sungai. Mereka membuka sepatu dan baju mereka, lalu berenang menggunakan sampan kecil dengan memasukkan tas dan sepatu di sebuah plastik yang kecil. Memang jarak dan tempat yang begitu jauh tidak memadamkan semangat mereka untuk pergi bersekolah. Tetapi mereka masih bersusah payah dan berjuang untuk dapat sampai di sekolah, sementara di anak – anak yang bersekolah di kota, yang mengenderai sepeda motor atau bahkan mobil yang sudah difasilitasi dengan jalan yang bagus, tetapi masih saja mau bolos untuk datang ke sekolah. Bagi mereka pergi ke sekolah itu suatu aktivitas sampingan dan tidak penting, karena lebih penting untuk pergi ke pusat perbelanjaan dan ke tempat lain yang bisa memuaskan hati mereka. Dapatkah kita bayangkan bahwa pendidikan masih untuk semua orang ? Di sana orang dengan mudahnya pergi ke sekolahnya sementara di sini mereka harus bersusah payah dan berkeringat untuk ke sekolah. Mereka yang kurang beruntung itu punya semangat dan daya juang yang tinggi bisa menjadi contoh bagi mereka yang sudah tidak mampu menjiwai pendidikan itu.

Lain halnya dengan biaya sekolah ataupun biaya perkuliahan yang mahal. Orangtua semakin tidak sanggup lagi untuk membiayai anaknya. Maka muncullah anak- anak yang putus sekolah dan akhirnya bekerja untuk membantu orangtua. Biaya pendidikan, uang buku, uang untuk membeli seragam sekolah dan kebutuhan- kebutuhan sekolah yang semakin meroket itu pun tidak diimbangi dengan kualitas pendidikannya. Kualitas tidak ada yang meningkat, tetapi biaya sekolah semakin meningkat. Lihatlah anak- anak yang meminta- minta di jalan raya bahkan ada diantara mereka yang masih mengenakan seragam sekolahnya dan sambil memegang sebuah kaleng kecil mereka memohon belas kasihan dari setiap orang yang lewat. Mungkin sebagian orang memandang sebelah mata akan fakta ini, tetapi sadarilah bahwa dengan adanya peristiwa seperti ini menjadikan anak itu merasa bahwa dia memiliki kewajiban untuk mencari nafkah seperti orangtuanya. Padahal dia seharusnya belajar di rumah, mengerjakan tugasnya dan bermain dengan temannya. Tetapi tak jauh dari tempat anak itu tinggal, ada anak yang malas sekolah, bahkan menyelewengkan uang sekolahnya untuk jajan dan bermain game. Bahkan anak- anak dari keluarga yang mampu itu masih sanggup untuk belajar di luar sekolah seperti mengamnil les bahasa Inggris, musik atau ekstrakurikuler lain. Setelah pulang sekolah mereka tinggal memilih aktivitas apa yang akan mereka kerjakan, apakah les bahasa Inggris atau bermain dengan temannya. Tetapi bagaimana dengan anak yang tidak mampu tadi. Tidak ada pilihan lain, setelah pulang dari sekolah dia harus ikut orangtuanya mengamen di pinggir jalan, atau bahkan mengerjakan tugas- tugas lain yang seharusnya dikerjakan oleh orangtuanya. Berbeda kehidupannya, berbeda pula semangat dan daya juang mereka untuk bersekolah.

Pendidikan untuk semua. Pendidikan yang harus benar- benar diterima dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Pendidikan bagi setiap anak bangsa adalah hal penting. Jangan memberi pengkotak- kotakan sehingga pemikiran anak itu pun menjadi terkurung dan tak berkembang layaknya ayam yang dikurung di dalam kandang. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak melakukan diskriminasi, artinya mereka semua yang adalah anak- anak Indonesia mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang bukan hanya sekedar transfer ilmu, tetapi bagaimana menciptakan anak- anak bangsa ini menikmati pendidikan sebagai suatu hal yang menyenangkan dan menjadi modal utama bagi mereka di masa depan. Anak- anak bangsa ini yang haknya sudah dijamin dalam Undang- undang Dasar Republik Indonesia dalam mendapatkan pendidikan janganlah hanya sebuah kata- kata kosong, yang hanya tertulis di atas sebuah kertas. Tetapi biarlah kata- kata dalam Undang- undang itu terwujud dalam kehidupan mereka.

Negara saja sudah menjamin akan pendidikan bagi semua. Jadi tugas pemerintah adalah bagaimana agar semua rakyat Indonesia ini menikmati pendidikan. Pendidikan yang nantinya mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. Pendidikan itu sendirilah yang nantinya akan mengeluarkan output yang berkualitas, artinya apabila pendidikannya saja sudah hancur dan tidak diperhatikan maka jangan harap akan tercipta perekonomian yang stabil, penurunan tingkat kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran. Dalam pendidikan itu masyarakat dibentuk dan ditempah menjadi manusia- manusia Indonesia. Manusia- manusi itulah yang akan mengeerakkan perekonomian bangsa, memimpin bangsa ini dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bisa, Indonesia mampu. Pemerintah tidak hanya bicara tetapi berbuat. Jangan sampai pemerintah hanya ingin menciptakan perekonomian yang baik dan stabil, situasi politik yang aman dan penegakan hukum yang berkeadilan, tetapi melupakan pendidikan. Karena kita harus menyadari bahwa terciptanya perekonomian yang stabil dan kuat, penegakan hukum yang adil datang dari pendidikan. Pendidikanlah yang menjiwai dan membentuk itu semua.

Pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan dinikmati oleh semua masyarakat Indonesia harus dilakukan dengan cara- cara yang jujur dan adil, tidak ada pendiskriminasian. Bisa diambil contoh lain dari ketidakadilan adalah program- program pemerintah yang mencerminkan ketidakadilan. Memang pada dasarnya pemerintah memiliki keinginan untuk meringankan beban orangtua dalam membiayai sekolah maupun perkuliahan anaknya dengan melakukan pemberian beasiswa. Beasiswa pada dasarnya ditujukan untuk mereka yang kurang mampu dalam finansial tetapi memiliki prestasi yang baik. Tetapi kenyataannya yang menerima beasiswa itu adalah mereka yang mampu bahkan berkelimpahan. Ini sama saja dengan merampas hak orang lain dan ini adalah sebuah pelanggaran karena adanya ketidakadilan. Jadi, permasalahannya adalah apakah tugas pemerintah cukup dengan memberikan bantuan atau beasiswa saja ? Pemerintah seharusnya mengawasi bahkan mengetahui kepada siapakah beasiswa itu diberikan. Mahasiswa yang memiliki mobil bahkan handphone canggih bisa mendapatkan beasiswa bidik misi yang pada dasarnya ditujukan kepada keluarga yang kurang mampu bahkan bagi mereka yang tidak mampu. Sungguh mencerminkan ketidakadilan.

Pendidikan untuk semua artinya tidak hanya memberikan pendidikan itu dengan gratis, tetapi juga melihat dan mengawasikepada siapakah bantuan pemerintah itu jatuh. Orang seharusnya berhak mendapatkan bantuan itu malahan tidak mendapatkan apa- apa. Ini adalah bukti nyata. Dan ini menunjukkan pemerintah masih setengah hati dalam memberikan pendidikan yang berkeadilan untuk semua. Tidak pantas mereka yang mengendarai si roda empat atau bahkan mereka yang bisa berliburan ke luar negeri mendapatakan bantuan beasiswa kurang mampu. Dimanakah peran pemerintah ? Apakah pemerintah berpikir bahwa memberikan bantuan saja sudah cukup. Inilah yang menjadikan bakal koruptor di Indonesia, mengambil apa yang tidak menjadi haknya. Sehingga yang lain, orang yang lebih pantas mendapatakannya masih mengalami kesulitan dalam biaya sekolahnya.

Bagaimana pula dengan mereka yang sama sekali tidak mendapatkan pendidikan di bangku sekolah. Mereka bahkan menjadi tidak peduli dengan diri mereka sendiri dan akan masa depan mereka kelak. Lihatlah, bila mereka saja tidak peduli dengan diri mereka sendiri sebagai generasi penerus bangsa ini, bagaimana mungkin mereka akan peduli akan bangsa dan tanah airnya. Kepedulian dan rasa cinta akan tanah air pun tidak akan ada. Itulah hebatnya pendidikan ini yang mampu membangun karakter dan pola pikir setiap orang. Selain menerima ilmu, dari pendidikan juga lahirlah kesadaran akan kecintaan terhadap bangsa sendiri. Melalui pendidikan akan lahir pemimpin- pemimpin baru di negeri ini, yang kelak akan membawa bangsa ini ke arah yang baik dan semakin baik. Bayangkan pula apabila pemimpin bangsa ini adalah orang yang tidak memiliki pendidikan. Dia pasti tidak akan mampu menjadi pemimpin yang bijak dan mengayomi rakyatnya.

Itulah yang membuat pendidikan ini begitu penting, sangat dibutuhkan oleh semua orang tanpa membedakan status dan dari keluarga mana dia datang. Semua rakyat Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan, segala fasilitas dan kemudahan dalam menerima pendidikan. Walaupun di negara ini ada orang kaya, ada orang yang kurang mampu bahkan tidak mampu sama sekali itu bukan menjadi alasan untuk membeda- bedakan pemberian pendidikan kepada mereka. Setiap orang baik anak- anak, orang muda bahkan yang tua harus mendapatkan pendidikan yang baik. Pendidikan 9 tahun yang diterima anak- anak Indonesia harus benar- benar menyentuh setiap lapisan masyarakat Indonesia. Melalui pendidikan dasar anak bangsa mulai diajarkan untuk mencintai bangsanya sendiri, menyadari perbedaan yang ada sebagai satu kekuatan unuk membangun bangsa ini.

Dalam perjalanan bangsa ini kita bisa melihat dan belajar dari negara- negara lain yang sudah maju satu langkah dari Indonesia. Jangan malu untuk belajar dari negara lain, tetapi biarlah bangsa ini belajar dari bangsa lain dan mempersiapkan generasi- generasi penerus bangsa ini melalui pendidikan untuk semua. Negara merenungkan kembali apa cita- cita dan tujuan bangsa ini. Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendidikan yang berkeadilan, pendidikan untuk semua itulah yang harus dijiwai kembali. Dan tidak pula menjadikan cita- cita itu hanya menjadi sebuah cita- cita tetapi sebuah usaha nyata dari pemerintah, bagaimana memberikan pendidikan bagi masyarakatnya. Pendidikan untuk semua hendaknya tidak hanya menjadi slogan semata, tetapi benar- benar hidup dalam masyarakat Indonesia. Dan pada akhirnya pendidikan itu akan membentuk karakter manusia Indonesia. Tidak ada lagi anak- anak yang putus sekolah karena masalah keuangan, tidak ada lagi anak bangsa yang belajar di kandang ternak atau bahkan tidak ada lagi yang harus berjalan berjalan berkiolometer untuk sampai ke sekolah. Pendidikan untuk semua bukanlah pemberian pendidikan yang gratis kepada semua orang, tetapi juga adanya peningkatan kualitas pendidikan dan pegawasan dari pemerintah. Harapan kita, dengan adanya pendidikan untuk semua ini juga bisa membangun perekonomian, politik dan penegakan hukum di Indonesia menjadi semakin lebih baik. Kita menyadari bahwa pendidikan itu penting bahkan menjadi kebutuhan untuk pertama sekali membangun diri kita sendiri dan akhirnya kita membangun bangsa ini demi tercapai.

                                                                                                   

C.   Otonomi

Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.

Sedangkan Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bab IV tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”, pasal 9: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2): “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”

Urgensi Otonomi Pendidikan

Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 12 ayat 1 UU No 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan.

Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan  untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang digariskan pemerintah dalam Undang-Undang Sisdiknas yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat paling kurang sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal (daerah), sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif. Mulai dari hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional.

Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 10 disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pada Pasal 34 ayat (2) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” Pada Pasal 44 ayat (1) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.” Ayat (3) pasal tersebut berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarkan oleh masyarakat.” Selanjutnya pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan: “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.” Ayat (4) berbunyi: “Dana pendidikan dari pemerintah kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Otonomi pendidikan merupakan suatu keharusan. Hamijoyo (dalam Sufyarma M.) mengemukakan perlunya otonomi pendidikan dilaksanan dengan alasan-alasan berikut: (1) wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam, (2) aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budya, agama, ras dan etnik serta bahasa, disebabkan antara lain oleh perbedaan sejarah perkembangan penduduk dengan segala aspek kehidupannya, (3) besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan, dan sosial budaya, (4) perbedaan lingkungan suasana yang mungkin saja menimbulkan asspirasi dan gaya hidup yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, dan (5) perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang cepat dan dinamis menuntut penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis pula.

Dampak Otonomi Pendidikan

Otonomi pendidikan bukan berarti diberikan kebebaskan yang sebebas- bebasnya tanpa ada lagi kontrol dari pemerintah pusat. Untuk itu perlu dibangun komunikasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga  penyelenggara pendidikan agar regulasi otonomi pendidikan ini berjalan dengan baik dan dampak yang timbulkan dari penerapan regulasi tersebut dapat diarahkan sebagai  pola evalusi dan kinerja yang secara bersama dan komprehensip. Otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama ini telah membawa dampak sebagai berikut :

1.    Bagi sekolah-sekolah negeri saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin tidak tertanganinya kekurangan guru dan kerusakan gedung-gedung sekolah

2.    Begitu juga, sekolah-sekolah swasta saling lempar tanggung jawab antara  pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin liarnya sekolah-sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya sekolah, sehingga makin liar menarik iuran ini itu untuk menjalankan pendidikannya

3.    Kurangnya SDM profesional bagi daerah yang masih miskin

4.    Fanatisme daerah yang melarang tenaga (SDM) dari daerah lain untuk bekerja di daerahnya dengan alasan mendahulukan putra daerah

5.    Sekolah bersifat otoriter dan menutup diri dari masukan yang berasal dari pusat atau dari daerah lain

6.    Dana pendidikan dari APBD belum memadai sehingga menghambat pendidikan di daerah

7.    Belum rampungnya kurikulum muatan lokal yang akan diterapkan

8.    Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan.

Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan

Ketika sistem desentralisasi dalam Otonomi Daerah ditetapkan ternyata masih banyak daerah yang tidak atau belum siap untuk menerima kewenangan, termasuk menjalankan kewenangan bidang pendidikan ini. Hal tersebut bukan membawa perbaikan tetapi justru membuat daerah menjadi tidak terberdayakan dengan baik dan akhirnya justru timbul kebijakan yang terkesan ”asal-asalan” dan tidak memihak pada masyarakat. Alasan yang sering terdengar yang digunakan oleh daerah tersebut, diantaranya:

a)    Sumber Daya Manusia belum memadai. Terdapat daerah tertentu yang kulitas dan kuantitas SDM-nya belum dapat dengan baik memahami, menganalisis, serta mengaplikasikan konsep desentralisasi pendidikan ini.

b)    Sarana dan prasarana belum tersedia secara cukup dan memadai. Hal ini berhubungan erat dengan ketersediaan dana yang ada di setiap daerah. Selama ini, mungkin daerah-daerah tertentu asyik dan terlena dengan sistem dropping yang diterapkan pemerintah pusat.

c)    Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka sangat rendah. Beberapa daerah yang selama ini kita kenal dengan daerah tertinggal, merasa berkeberatan untuk langsung menerima beban kewenangan kebijakan desentralisasi pendidikan ini.

d)    Secara psikologis, mental mereka belum siap menghadapi sebuah perubahan. Ketakutan akan masa depan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi, membuat mereka tidak siap secara mental menghadapi perubahan tersebut

e)    Mereka juga gamang atau takut terhadap upaya pembaruan. Pembaruan dalam bidang pendidikan saat ini kita kenal dengan sebutan pembaruan kurikulum. Setiap kali terjadi pembaruan kurikulum, para guru kembali disibukkan dengan berbagai kegiatan, seperti penataran, uji coba model, sosialisasi kurikulum, dan sebagainya. Semua itu ditangkap sebagia sebuah ’malapetaka’ atau setidaknya menjadi beban yang cukup berap bagi mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

 

Konsep dasar manajemen yang merupakan ilmu sebagai suatu bidang pengetahuan yang mengatur suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang dilandasi dengan keahlian khusus. Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisaisan, pengerakkan, dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif.

 

Konsep dasar manajemen terdiri dari : manajemen sebagai ilmu; manajemen sebagai kiat / seni (art); dan manajemen sebagai profesi.

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.

 

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

 

Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.

Otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama ini telah membawa dampak sebagai berikut :

1.    Bagi sekolah-sekolah negeri saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin tidak tertanganinya kekurangan guru dan kerusakan gedung-gedung sekolah.

2.    Begitu juga, sekolah-sekolah swasta saling lempar tanggung jawab antara  pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin liarnya sekolah-sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya sekolah, sehingga makin liar menarik iuran ini itu untuk menjalankan pendidikannya.

3.    Kurangnya SDM profesional bagi daerah yang masih miskin.

4.    Fanatisme daerah yang melarang tenaga (SDM) dari daerah lain untuk bekerja di daerahnya dengan alasan mendahulukan putra daerah.

5.    Sekolah bersifat otoriter dan menutup diri dari masukan yang berasal dari pusat atau dari daerah lain.

6.    Dana pendidikan dari APBD belum memadai sehingga menghambat pendidikan di daerah.

7.    Belum rampungnya kurikulum muatan lokal yang akan diterapkan.

Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang. 2009. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Fattah, Nanang. 2011. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 20

https://www.academia.edu/7074793/Inovasi_Pendidikan Kebijakan Otonomi Pendidikan

https://www.kompasiana.com/malber/550b6a66813311c615b1e4b4/pendidikan-berkeadilan-untuk-masa-depan-bangsa-indonesia

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Siswanto, Bedjo. 1990. Manajemen ModernBandung : Sinar Baru.

Sufyarma M., Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cet. ke-2, (Bandung: Alfabeta CV, 2004).Hal 70

Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta : Balai Pustaka.

Ula, S. Shoimatul. 2013. Buku Pintar Teori-teori Manajemen Pendidian Efektif. Jogjakarta : Berlian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

RINGKASAN BUKU Paulo Freire – Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan