A K U
A K U
Adalah anak ke delapan dari
deapan bersaudara. Tiga kakak laki-laki dan empat kakak perempan. Bapak seorang
petani dan mamak sebagai ibu rumah tangga.
Memasuki usiaku yang ke dua puluh
enam, ada banyak sekali tekanan dalam diriku. Terutama perihal “menikah”. Bagaimana
tidak, aku seharusnya dapat penghargaan karna di usiaku saat ini belum menikah.
Berbeda dengan Ke tujuh kakak ku yang kesemuanya sudah menikah saat usia mereka
di bawah dua puluh lima tahun. Iya saat ini mereka pun sudah punya momongan.
Sebetulnya aku tak begitu
merisaukan perihal “menikah”. Karna saat ini yang menjadi perioritas dalam
hidupku adalah melanjutkan pendidikan S2. Hanya saja orang tua dan kakak-kakak
ku sudah tak sabaran, desakan mereka untuk memintaku segera menikah lambat laun
membuatku tertekan. Dan tekanan ini semakin menjadi saat keponakanku di akhir
tahun 2017 lalu menikah dengan pujaan hatinya dan kini setelah hampir dua tahun
menikah mereka tengah menunggu kelahiran anak pertamanya. Kalau aku tak salah menghitung, agustus nanti
(satu bulan lagi) anaknya akan lahir. Pada saat itu aku resmi menjadi seorang
“nenek”.
Jujur aku tak pernah membayangkan
menjadi seorang nenek di usiaku yang terbilaang belum tua. Bagiku menjadi bibi
(red : tante) dari sembilan belas keponakanku adalah capaian yang sangat luar
biasa. Ternyata ini diluar dugaanku. Aku akan menjadi seorang nenek di usiaku
yang masih muda (menurutku) dan tentu saja dengan status belum menikah. Lantas
bagaimana jika cucuku menanyakan kakeknya? Harus aku jawab apa?
Aku tidak tau kenapa memutuskan
untuk menikah adalah hal yang paling sulit dalam hidupku. Kadang aku berfikir,
apa yang ada dalam fikiran kakak-kakak ku dulu saat memutuskan untuk menikah.
Kenapa mereka begitu berani. Sedangkan aku? Masih belum bisa menemukan alasan
yang tepat kenapa aku harus menikah. Atau lebih tepatnya aku tak tau apa yang
akan aku lakukan setelah menikah. Apa kehidupanku akan lebih baik saat setelah
menikah? Apa aku masih bisa melanjutkan pendidikan natinya? Ada banyak sekali
pertanyaan yang belum bisa aku jawab perihal “menikah” terlepas ada atau
tidaknya manusia yang mengajakku untuk menikah.
Seandainya memutuskan “menikah”
semudah memutuskan untuk “pindah kos”. Mungkin saat ini aku sudah menikah7 tahun yang lalu, saat
“someone” mengajakku menikah setelah lulus sekolah. Haruskah aku
menceritakannya? Tentang “someone”. Mungkin lain kali.
02 Juli 2019
Susaksi Rahayu
Komentar
Posting Komentar